Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Landasan Yuridis Kedaulatan Masyarakat

Sebagai seorang mahasiswa di program pendidikan akuntansi manajemen pemerintahan, saya ingin berbagi informasi mengenai kedaulatan masyarakat. Dalam konteks ini, kedaulatan masyarakat di lihat dari segi landasan yuridis yaitu landasan yuridis kedaulatan masyarakat. Bahwa kedaulatan masyarakat merupakan hal yang harus dijunjung tinggi sebagai amanat dari undang-undang yang semestinya menjadi orientasi dalam pembangunan berkelanjutan dalam aspek ketatanegaraan dan reformasi birokrasi.

Perwujudan dari kedaulatan masyarakat adalah kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Reformasi birokrasi yang dipandang sebagai suatu proses dalam upaya menuju pemerintahan yang good governance merupakan keniscayaan yang seharusnya menjadi paradigma politik dalam menjalankan pemerintahan dan operasional instansi pemerintah.


Kedaulatan masyarakat ini dapat diwujudkan dalam upaya gerakan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa landasan dan dasar yuridis, akan tetapi memang terdapat peraturan perundang-undangan yang apabila dimaknai secara mendalam, maka sebenarnya keberadaan masyarakat yang telah melakukan proses-proses pemberdayaan dalam dirinya, sama sekali tidak melanggar ketentuan.

Berikut ini adalah beberapa landasan yuridis kedaulatan masyarakat yang termuat dalam suatu undang-undang serta berbagai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

  1. Pasal 28 UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul dan menyampaikan aspirasi sebagai wujud pelaksanaan demokrasi.
  2. Pasal 42 (3) Jo. pasal 98 (3) UU No. 22 tahun 1999 tentang jaminan penyelenggaraan pemerintahan secara demokratis yang harus dilaksanakan, baik oleh kepala daerah maupun kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kebijakannya. Hal ini dituangkan dalam pengambilan sumpah jabatan yang dijadikan sebagai amanat pimpinan daerah dan desa.
  3. Pasal 92 (2) UU No.22/1999, yaitu tentang pembentukan forum perkotaan yang diorientasikan pada kewenangan stakeholder kota dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
  4. Pasal 71 dan 72 jo. pasal 44 (yang mengatur tentang kewajiban dan tanggungjawab Pemerintah) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia Manusia.
  5. Pasal 3 dan 4 UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa konsumen (masyarakat) mempunyai hak untuk mendapatkan keterbukaan informasi dan akses untuk mendapatkan informasi serta hak untuk didengar pendapat dan keluhannya.
  6. Pasal 5 UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak atas informasi dan berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal ini memang untuk perlindungan konsumen dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, akan tetapi semangat keterbukaan untuk mendapatkan informasi dan hak didengarkannya keluhan dan pendapat masyarakat ini menjadi pas ketika dijadikan sebagai landasan bagi partipasi masyarakat guna mendapat akses informasi dan masukan pendapat, ide dan gagasan masyarakat tentang penyelenggaraan pemerintahan. Sebab hal ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan penyelenggaraan negara/pemerintahan yang bersih.
  7. PP No. 68 tahun 1999 tentang peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih.
  8. Pasal 2 jo. Pasal 68 UU No.24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan adanya peran serta masyarakat.

Dengan berlandaskan peraturan-perundangan di atas, selain menunjukkan bahwa kita berada dalam alam merdeka, yang tidak kalah penting adalah mencerminkan: pertama, bahwa peraturan menunjukkan fungsi membatasi kekuasaan, sehingga penyelenggaraan pemerintahan tidak sewenang-wenang. Kedua, memberikan perlindungan atas hak asasi warga dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas politik yang membatasi atau bahkan stigmatisasi, kriminalisasi politik, tentu saja tidak sesuai, mengingkari semangat pembebasan nasional, yang bermaksud menegakkan kedaulatan rakyat. Agar kedua hal tersebut bisa terwujud, maka menjadi keharusan dimana organisasi kekuasaan tidak menjadi badan tunggal yang besar, melainkan perlunya pemisahan dan pembatasan.

Kejelasan dan ketegasan peraturan dan perundang-perundangan sendiri, sudah barang tentu tidak memberikan jaminan penuh bagi proses demokrasi, sebab merupakan dokumen, yang realisasinya akan sangat bergantung kepada kekuatan-kekuatan politik yang ada. Demokrasi masih akan ditentukan oleh sejauh mana partisipasi rakyat bisa tumbuh. Tanpa partisipasi masyarakat yang intensif, peluang bagi demokrasi elit akan berlangsung, dan jika hal ini yang terjadi, maka harapan pada keadilan, kemakmuran dan kemajuan rakyat, akan hanya menjadi impian yang tidak pernah bisa diwujudkan.

Harus diketahui bersama, bahwa antara demokrasi dan kesejahteraan rakyat merupakan dua sisi mata uang. Artinya adalah demokrasi itu bukanlah tujuan, melainkan sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Sehingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Keduanya harus berjalan beriringan sehingga menjadi balance (seimbang). Karena terjadi krisis dan musibah bencana alam di sana-sini ini sangat memerlukan tidak sekedar janji-janji para elit negeri, tetapi adalah kepedulian dan tindakan nyata untuk mengentaskannya. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah jadi lebih baik dan masyarakat pun dapat keluar dari krisis dan menjadi sejahtera dan prinsip-prinsip dalam Good Governance dapat terwujud.


Sumber :
Peraturan perundang-undangan
Buku Manajemen Pemerintahan (Arwan Gunawan)

Post a Comment for "Landasan Yuridis Kedaulatan Masyarakat"